Wamenaker Hadir di Muaro Ambius, Bawa Permohonan Maaf dan Bantuan - PotretKita Online

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Jumat, 26 Desember 2025

Wamenaker Hadir di Muaro Ambius, Bawa Permohonan Maaf dan Bantuan


TANAH DATAR — Udara siang di Muaro Ambius masih menyisakan aroma lumpur dan tanah basah. Puing-puing rumah, batang pohon tumbang, serta jejak longsor menjadi saksi betapa dahsyat bencana yang melanda Nagari Guguak Malalo, Kabupaten Tanah Datar. Di tengah suasana keprihatinan itu, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Afriansyah Noor Dt. Rajo Basa, hadir menyapa warga yang tengah berjuang bangkit dari duka.


Kehadiran Wamenaker bukan sekadar kunjungan kerja. Ia datang membawa empati, kepedulian, serta pesan bahwa pemerintah pusat tidak menutup mata terhadap penderitaan masyarakat di daerah terdampak bencana.


Di hadapan warga, Afriansyah membuka pertemuan dengan permohonan maaf yang tulus. Ia menyadari banyak masyarakat menantikan kehadiran pejabat pusat sejak hari-hari awal bencana.


“Saya datang bukan hanya membawa bantuan, tetapi juga bersilaturahmi dan menyampaikan permohonan maaf karena belum bisa hadir lebih awal akibat padatnya agenda kenegaraan,” ujarnya dengan suara tenang, disambut anggukan warga yang mendengarkan dengan khidmat.


Selain empati, pemerintah pusat juga menyalurkan bantuan konkret. Dua unit alat berat lengkap dengan operator serta bahan bakar diturunkan untuk mempercepat pembersihan material longsor dan membuka kembali akses yang tertutup.


Tak hanya itu, bantuan perlengkapan dapur umum serta mesin pemotong kayu (sinso) turut diserahkan. Bagi warga, bantuan tersebut menjadi energi baru untuk melanjutkan kehidupan—bukan sekadar bertahan, tetapi mulai menata masa depan.


Dalam kesempatan tersebut, Afriansyah mengingatkan bahwa bencana tidak hanya meninggalkan kerusakan fisik, tetapi juga trauma dan ketakutan. Karena itu, pemulihan harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.


Ia menekankan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, terutama di kawasan lereng dan aliran air. Menurutnya, pemulihan pascabencana harus berjalan seiring dengan peningkatan kesadaran kolektif agar risiko bencana serupa dapat diminimalkan di masa mendatang.


Kunjungan ini turut dihadiri jajaran pemerintah daerah serta tokoh masyarakat. Mereka sepakat untuk saling bahu-membahu memastikan proses rehabilitasi dan rekonstruksi berjalan optimal.


Pemerintah Kabupaten Tanah Datar menyampaikan apresiasi atas perhatian Kementerian Ketenagakerjaan. Kehadiran Wamenaker dinilai menjadi penyemangat moral bagi warga, sekaligus bukti bahwa masyarakat Muaro Ambius tidak sendiri menghadapi dampak bencana.


Menutup kunjungannya, Afriansyah menegaskan komitmen pemerintah pusat dalam memulihkan perekonomian warga. Berbagai upaya akan terus didorong agar aktivitas masyarakat kembali normal, termasuk membuka peluang kerja serta mendukung usaha kecil yang terdampak.


Maaf  Datang Terlambat, Negara Tak Boleh Absen


Bencana selalu menguji lebih dari sekadar ketahanan alam. Ia menguji kehadiran negara, kepekaan kekuasaan, dan ketulusan empati para pemangku kebijakan. Di Muaro Ambius, Nagari Guguak Malalo, longsor tidak hanya merobohkan rumah dan menutup jalan, tetapi juga membuka satu pertanyaan klasik: seberapa cepat negara hadir saat warganya terpuruk?


Kedatangan Wakil Menteri Ketenagakerjaan Afriansyah Noor membawa dua hal yang jarang disampaikan secara bersamaan oleh pejabat pusat: permohonan maaf dan bantuan nyata. Di tengah budaya politik yang sering alergi terhadap kata “maaf”, gestur ini patut dicatat. Permohonan maaf bukan sekadar basa-basi moral, melainkan pengakuan bahwa ada jarak waktu antara penderitaan warga dan respons negara.


Namun, di titik inilah esai ini menjadi tajam: maaf yang tulus tidak boleh menjadi normalisasi keterlambatan. Empati tidak boleh berdiri sendiri tanpa evaluasi sistem. Jika agenda kenegaraan selalu menjadi alasan keterlambatan, maka pertanyaannya bergeser: di mana posisi keselamatan rakyat dalam hierarki prioritas negara?


Meski demikian, kehadiran alat berat, operator, bahan bakar, dan perlengkapan pendukung menunjukkan bahwa negara tidak datang dengan tangan kosong. Bantuan ini bukan simbolik, melainkan fungsional—alat untuk membuka jalan, membersihkan puing, dan memulihkan denyut kehidupan. Dalam konteks pascabencana, tindakan konkret jauh lebih bermakna daripada pidato panjang.


Yang menarik, Afriansyah tidak berhenti pada urusan fisik. Ia menyentuh isu yang sering terabaikan: relasi manusia dan alam. Bencana bukan semata takdir, melainkan akumulasi dari kelalaian ekologis. Lereng yang gundul, aliran air yang tak terjaga, dan pembangunan yang abai pada daya dukung lingkungan adalah bom waktu yang menunggu hujan berikutnya.


Di sinilah pemulihan seharusnya dimaknai lebih luas. Rehabilitasi bukan hanya membangun kembali rumah, tetapi juga membangun kesadaran. Bukan hanya membuka akses jalan, tetapi juga membuka cara pandang baru: bahwa pembangunan tanpa kehati-hatian ekologis adalah undangan terbuka bagi bencana berikutnya.


Muaro Ambius memberi pelajaran penting: negara tidak cukup hadir—negara harus sigap. Warga tidak hanya membutuhkan bantuan, tetapi kepastian bahwa mereka tidak dilupakan saat kamera media berpindah ke lokasi lain. Harapan tidak tumbuh dari janji, melainkan dari konsistensi.


Ketika rombongan pejabat pergi, yang tertinggal bukan hanya lumpur dan kayu patah, tetapi juga harapan yang rapuh. Tugas negara adalah memastikan harapan itu tidak runtuh lagi—bukan oleh longsor, dan bukan pula oleh kelalaian.


Karena pada akhirnya, bencana boleh datang tanpa aba-aba. Tapi ketiadaan negara tidak pernah bisa dibenarkan. Saat rombongan meninggalkan lokasi, tersisa harapan baru di tengah puing-puing bencana—bahwa kehidupan dapat ditata kembali dengan lebih kuat, lebih waspada, dan lebih peduli terhadap alam serta sesama.  (A. Rofiq JNS)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here