Presiden Prabowo Bongkar Premanisme Korporasi dalam Penertiban Hutan, Negara Tegaskan Tak Bisa Diintimidasi - PotretKita Online

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Jumat, 26 Desember 2025

Presiden Prabowo Bongkar Premanisme Korporasi dalam Penertiban Hutan, Negara Tegaskan Tak Bisa Diintimidasi


JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto melontarkan kritik keras terhadap praktik premanisme yang melibatkan korporasi dalam penertiban kawasan hutan. Dalam pidatonya di Kejaksaan Agung, Rabu (24/12/2025) lalu. Prabowo mengungkap adanya upaya intimidasi terhadap Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), termasuk penggunaan preman bayaran untuk menghalangi aparat negara di lapangan.


Pernyataan tersebut disampaikan Presiden dalam acara penyerahan hasil penyelamatan keuangan negara senilai Rp 6,6 triliun dari penertiban kawasan hutan ilegal. Namun, Prabowo menegaskan bahwa persoalan yang dihadapi negara jauh lebih besar daripada sekadar angka kerugian finansial.


“Saya mendapat laporan, ada aparat kita yang dihadang, bahkan diintimidasi oleh preman-preman bayaran,” ujar Prabowo. Ia menyebut praktik tersebut sebagai bentuk perlawanan terbuka terhadap negara dan hukum.


Menurut Presiden, tindakan tersebut mencerminkan pola lama relasi kekuasaan ekonomi di Indonesia, di mana sebagian korporasi merasa dapat membeli hukum, menekan aparat, dan menguasai wilayah secara de facto. Prabowo menyebut fenomena ini sebagai bagian dari apa yang ia istilahkan “Serakahnomics”, yakni praktik ekonomi yang mengedepankan keserakahan dengan mengorbankan hukum, lingkungan, dan kepentingan publik.


Penertiban kawasan hutan, kata Prabowo, bukan hanya soal penyelamatan aset negara, tetapi menyangkut kedaulatan dan wibawa republik. Ia menilai selama puluhan tahun kejahatan kehutanan kerap disamarkan atas nama investasi dan pembangunan, sementara kerusakan ekologis dan konflik sosial diwariskan ke generasi berikutnya.


Satgas PKH, yang selama ini bekerja relatif jauh dari sorotan publik, mendapat apresiasi khusus dari Presiden. Prabowo menekankan bahwa keberadaan negara diuji bukan di podium atau seremoni, melainkan di lapangan-lapangan terpencil, ketika aparat berhadapan langsung dengan kepentingan modal besar.


Meski demikian, Presiden mengingatkan bahwa penindakan tidak boleh berhenti pada pelaku lapangan semata. Ia menegaskan pentingnya menyeret aktor intelektual dan pemodal besar ke proses hukum agar penegakan hukum tidak berhenti sebagai simbol atau retorika.


“Kalau hanya preman di lapangan yang ditindak, tapi yang membiayai dan mengendalikan lolos, maka masalah ini tidak akan selesai,” tegasnya.


Dengan pernyataan tersebut, Prabowo mengirimkan sinyal politik bahwa pemerintah tidak akan mentoleransi praktik korporasi yang bertindak seolah-olah berada di atas hukum. Penertiban kawasan hutan, menurut Presiden, adalah bagian dari upaya memulihkan kehormatan negara dan memastikan bahwa tidak ada kekuatan ekonomi yang dapat menggantikan otoritas negara dengan intimidasi.


Pidato ini dinilai menjadi penegasan awal arah pemerintahan Prabowo dalam menghadapi kejahatan sumber daya alam: bahwa harga diri bangsa dijaga melalui keberanian menegakkan hukum, bahkan ketika yang dihadapi adalah uang besar dan kekuasaan lama.


Premanisme Korporasi dan Harga Diri Negara


Pidato Presiden Prabowo Subianto di Kejaksaan Agung bukan sekadar penyerahan uang Rp 6,6 triliun. Ini adalah pembongkaran telanjang atas wajah lama kekuasaan ekonomi di Indonesia: korporasi rakus yang merasa negara bisa dibeli, hukum bisa ditawar, dan aparat bisa diintimidasi.


Ketika presiden menyebut preman dibayar untuk menghadang Satgas PKH, yang sedang ia ungkap bukan anekdot lapangan, melainkan struktur kekuasaan bayangan. Inilah bentuk paling telanjang dari state capture—saat uang swasta mencoba menggantikan otoritas negara dengan intimidasi jalanan. Negara tidak hanya dilawan di ruang pengadilan, tetapi juga di lumpur, hutan, dan kampung-kampung terpencil.


Selama puluhan tahun, kejahatan kehutanan dipoles dengan bahasa investasi dan pembangunan. Hutan dibabat, izin dipelintir, dan kerusakan diwariskan ke generasi berikutnya. Di baliknya, berdiri jejaring korporasi yang terbiasa bekerja dengan logika impunitas: kalau ada masalah, sogok; kalau ada aparat, tekan; kalau ada rakyat, adu domba. Inilah yang tepat disebut Prabowo sebagai “Serakahnomics”—ideologi ekonomi yang menjadikan keserakahan sebagai kebijakan, dan hukum sebagai penghalang yang harus disingkirkan.


Rp 6,6 triliun yang diselamatkan negara memang besar, tetapi justru memalukan jika dilihat sebagai ukuran kerusakan yang sesungguhnya. Angka itu hanyalah ujung kuku dari kejahatan struktural yang berlangsung lintas rezim. Yang lebih berbahaya bukan sekadar kerugian finansial, melainkan normalisasi penghinaan terhadap negara: aparat dianggap bisa dipermainkan, simbol NKRI dilecehkan, dan hukum diposisikan sebagai barang dagangan.


Di titik ini, keberanian Satgas PKH menjadi penting secara politis, bukan hanya teknis. Mereka bekerja tanpa kamera, tanpa panggung, tanpa popularitas. Di medan sunyi itulah negara diuji: apakah ia benar-benar hadir, atau hanya berani di podium? Pernyataan Prabowo memberi jawaban—untuk saat ini—bahwa negara memilih tidak mundur.


Namun, pidato keras harus dibuktikan dengan konsistensi yang lebih keras. Preman lapangan mudah ditindak; yang lebih menentukan adalah apakah aktor intelektual dan pemodal besarnya juga diseret ke hadapan hukum. Tanpa itu, perang melawan Serakahnomics akan berhenti sebagai retorika heroik.


Penertiban kawasan hutan sejatinya bukan hanya soal lingkungan atau kas negara. Ia adalah soal kedaulatan. Ketika negara membiarkan korporasi bertindak seperti penguasa wilayah, maka yang runtuh bukan hanya hutan, tetapi juga wibawa republik.


Dan di situlah makna sejati pidato ini: pengingat bahwa harga diri bangsa tidak dijaga oleh baliho atau slogan, melainkan oleh keberanian negara menegakkan hukum—bahkan ketika yang dilawan adalah uang besar, kekuasaan lama, dan premanisme yang sudah terlalu lama merasa kebal. (DO/Yu)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here