Tujuh Titik Banjir di Padang Dikunjungi Andre Rosiade - PotretKita Online

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Sabtu, 27 Desember 2025

Tujuh Titik Banjir di Padang Dikunjungi Andre Rosiade

 


JAKARTA — Anggota DPR RI dari Dapil Sumatera Barat I, Andre Rosiade, meninjau tujuh titik banjir dan longsor di Kota Padang, Sumatera Barat, Kamis (25/12/2025). Andre membagikan ribuan nasi bungkus dan bantuan tunai kepada warga yang terdampak di lokasi itu.


“Hari ini kita turun melihat langsung dan berdialog dengan para korban bencana. Kami turut berduka atas musibah ini." Tutur beliau. Bagi warga di pengungsian, mohon sabar dan ikuti instruksi Pemko Padang,” kata Andre dalam keterangan yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Jumat (26/12/2025).


 Andre hadir bersama Wali Kota Padang Fadly Amran, Wakil Wali Kota Maigus Nasir, Anggota DPRD Sumbar Verry Mulyadi, Wakil Ketua DPRD Kota Padang Mastilizal Aye, Ketua Fraksi Gerindra DPRD Padang Wahyu Hidayat, serta sejumlah tokoh masyarakat Di setiap titik, Andre langsung menyalurkan nasi bungkus kepada warga yang mengaku kesulitan mendapatkan makanan.


Beliau juga memberikan bantuan tunai Rp5 juta per lokasi. Di kawasan itu, Andre meninjau satu kompleks berisi sekitar 40 rumah yang masih terendam. Didampingi Camat Nanggalo Amrizal Rengganis, ia meminta Fraksi Gerindra DPRD Padang menurunkan alat berat untuk mengangkat kayu yang menghambat aliran air. “Katanya tinggi air sampai ke loteng.


Warga harus tetap mengungsi sampai kondisi aman. Aspirasi warga, banjir ini baru benar-benar tuntas jika Batang Kuranji dinormalisasi. Selesai Batang Kandis, kita perjuangkan ini,” ujar politisi yang juga Wakil Ketua Komisi VI DPR RI ini.


Di Pulau Terlena, Kampung Lapai, Andre kembali menyalurkan nasi bungkus dan memberi semangat kepada seorang ibu hamil di pos pengungsian. “Kita semua harus sabar dan tetap bersemangat,” kata Andre yang didampingi Sekjen IKM Braditi Moulevey.


Saat meninjau kawasan Rumah Potong di Lubuk Buaya, Koto Tangah, Andre menerima permintaan Wali Kota untuk membantu penyediaan alat berat memperbaiki intake PDAM yang rusak dan mengganggu pasokan air bagi puluhan ribu pelanggan.


Di tengah kondisi banjir dan listrik padam, Andre langsung menghubungi Dirut PT Hutama Karya (HK) Koentjoro untuk mengerahkan alat berat tambahan. “Beberapa alat HK sudah turun di titik banjir dan longsor di Sumbar.


Nanti akan ditambah untuk Padang,” kata Politisi Fraksi Partai Gerindra ini, disambut Camat Koto Tangah Fizlan. Camat Fizlan kemudian membawa Andre meninjau lokasi lain seperti Gaduang, KPIK, serta perumahan Lumin Park di Lubuk Minturun yang diterjang banjir bandang hingga menelan lima korban jiwa. Kunjungan berlanjut ke dua titik pengungsian di Sungai Lareh Koto Tangah, yakni BPSPL Padang dan Masjid Nurul Falah. “Kami akan terus memberikan bantuan kepada warga terdampak banjir dan longsor ini,” ujar Andre.


Wali Kota Padang Fadly Amran mengapresiasi bantuan dan kepedulian Andre. “Terima kasih atas kedatangan dan bantuannya. Kami berharap Bang Andre dapat membantu mendatangkan alat berat untuk percepatan perbaikan intake PDAM dan dukungan lainnya dari pusat,” kata Fadly. (hal/rdn)


Setiap kali banjir datang, satu pola lama kembali mengapung ke permukaan: air keruh di permukiman warga, listrik padam, pengungsian penuh, dan—tak lama kemudian—irisan kekuasaan ikut turun ke lokasi. Kali ini, kisah itu bernama kunjungan tujuh titik banjir dan ribuan nasi bungkus.


Tak bisa dimungkiri, bantuan logistik dan uang tunai adalah kebutuhan mendesak. Warga yang terjebak banjir tak hidup dari wacana kebijakan, melainkan dari nasi yang bisa dimakan hari itu juga. Dalam konteks ini, tindakan Andre Rosiade membagikan makanan dan bantuan tunai jelas memberi dampak langsung bagi pengungsi. Ia hadir, berbincang, mendengar keluhan, bahkan menghubungi BUMN untuk mengerahkan alat berat. Secara kemanusiaan, langkah ini patut dicatat.


Nasi bungkus tak pernah datang sendirian—ia selalu ditemani kamera, rilis pers, dan narasi kepedulian. Makanya publik lebih mudah mengingat siapa yang turun ke lapangan ketimbang siapa yang gagal mencegah bencana berulang. Banjir di Padang bukan cerita baru. Ia adalah kisah tahunan tentang sungai yang tak dinormalisasi, tata ruang yang dikompromikan, dan kebijakan lingkungan yang setengah hati.


Normalisasi Batang Kuranji, perbaikan drainase, pengendalian alih fungsi lahan—semua ini sudah lama menjadi catatan. Tapi mengapa selalu muncul sebagai janji setelah banjir, bukan sebagai hasil sebelum bencana? Di sinilah bantuan darurat berisiko menjadi selimut empuk yang menutupi kegagalan struktural. Sayangnya, kita sebagai rakyat pun acap lupa.


Lima korban jiwa di Lubuk Minturun bukan sekadar angka statistik—mereka adalah harga dari kebijakan yang tak tuntas. Harga itu selalu dibayar oleh warga kelas bawah, bukan oleh pengambil keputusan. Mereka kehilangan rumah dan harta benda.


Kerja nyata yang sejati tidak hanya hadir saat air meluap, melainkan bekerja diam-diam ketika kamera tak menyorot: menyelesaikan proyek normalisasi tanpa drama, menegakkan aturan tata ruang tanpa kompromi politik, dan memastikan mitigasi bencana menjadi prioritas anggaran, bukan sisa-sisa belas kasih lagi. Tata Kota seperti menata lapak pedagang kaki lima.


Warga butuh pahlawan pahlawan penata kota. Mereka butuh sistem yang bekerja. Mereka butuh jaminan bahwa banjir tidak menjadi ritual tahunan yang selalu diakhiri dengan nasi bungkus dan janji perjuangan lagi. Empati penting, tetapi empati tanpa perubahan struktural hanyalah simpati sesaat yang akan berulang dan berulang lagi.


Pada akhirnya, sejarah akan mencatat bukan siapa yang paling sering turun saat banjir, tetapi siapa yang berhasil membuat banjir tak perlu datang-datang lagi. Di situlah ujian sebenarnya bagi kekuasaan: berani meninggalkan panggung simbol saja dan masuk ke kerja nyata  yang menyelesaikan masalah sampai ke akarnya. (TC News/BS)*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here