R3P 13 Kabupaten/Kota di Sumatra Barat, Target Rampung 9 Januari 2026 - PotretKita Online

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Selasa, 30 Desember 2025

R3P 13 Kabupaten/Kota di Sumatra Barat, Target Rampung 9 Januari 2026

PADANG — Pendampingan BNPB dalam penyusunan Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana (R3P) di 13 kabupaten/kota Sumatra Barat terdengar menjanjikan. Targetnya jelas, tenggang waktunya tegas juga 9 Januari 2026. Di balik kerapian jadwal dan rapat lintas OPD itu, satu pertanyaan mendasar menggantung di benak kita apakah R3P akan menjadi jalan pemulihan nyata, atau sekadar dokumen rapi yang selesai tepat waktu tetapi tertinggal praktiknya di lapangan?



Indonesia terlalu sering terjebak pada logika pascabencana yang administratif. Ketika status tanggap darurat dicabut, penderitaan warga seolah ikut dianggap selesai. Padahal, lumpur masih mengendap di rumah, trauma masih tinggal di kepala, dan layanan dasar belum sepenuhnya pulih. Dalam konteks ini, R3P kerap diperlakukan sebagai “tiket masuk” anggaran, bukan sebagai peta jalan keselamatan dan keberlanjutan.


BNPB benar ketika menekankan pentingnya data akurat dan valid. Namun persoalannya bukan hanya akurasi, melainkan kejujuran. Data kerusakan sering kali menjadi arena kompromi kepentingan—dikecilkan agar cepat rampung, atau dibesarkan demi alokasi dana. Ketika angka lebih sibuk melayani birokrasi daripada realitas warga, maka R3P kehilangan ruh kemanusiaannya. Warga terlupakan.


Ironi tentu semakin terasa ketika sebagian daerah masih berstatus tanggap darurat, tetapi di saat yang sama sudah dipacu menyusun dokumen pemulihan oleh pemdanya. Di lapangan, warga masih membutuhkan tenda, dapur umum, dan rasa aman. Di ruang rapat, OPD sibuk menyelaraskan matriks program. Dua dunia ini kerap tak bertemu—dan R3P berisiko menjadi jembatan yang dibangun dari atas, tanpa pijakan kuat di bawahnya. Korban pun menunggu dalam ketidakpastian.


R3P seharusnya lebih dari sekadar daftar proyek dan pembagian kewenangan pendanaan. Ia mestinya menjadi alat koreksi: mengapa bencana ini begitu merusak, di mana kegagalan mitigasi terjadi, dan bagaimana memastikan rumah, jalan, sekolah, serta ruang hidup dibangun lebih aman dari sebelumnya. Tanpa keberanian memasukkan dimensi mitigasi dan tata ruang secara tegas, rehabilitasi hanya akan menyiapkan panggung bagi bencana berikut tentunya.


Pendampingan BNPB adalah langkah penting dan komitmen kepala daerah adalah penentunya. Menetapkan R3P tepat waktu tidak otomatis berarti memulihkan warga tepat sasaran. Yang dibutuhkan bukan hanya percepatan dokumen, melainkan keberpihakan kebijakan—bahwa pemulihan tidak boleh kalah cepat dari kerusakan, dan keselamatan tidak boleh kalah oleh target administrasi.


Sumatra Barat hidup di wilayah rawan bencana. Maka setiap R3P sejatinya adalah kontrak moral antara negara dan warganya. Jika dokumen ini hanya berhenti sebagai arsip berstempel, maka yang dipercepat bukan pemulihan, melainkan pelupaan kolektif kepada para korban.


Ketika bencana berikutnya datang, kita akan kembali bertanya—bukan “di mana R3P tahun lalu?”, melainkan mengapa semua sudah direncanakan, tapi tak pernah sungguh diselamatkan.


Pendampingan diberikan kepada 13 kabupaten/kota terdampak bencana hidrometeorologi, di antaranya Pemerintah Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten Agam, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, serta sejumlah daerah lainnya. Kegiatan pendampingan dilaksanakan secara luring dan dibuka langsung oleh Sekretaris Utama BNPB, Rustian, di UPT BNPB Padang, Sabtu (27/12).


Dalam arahannya, Rustian menegaskan bahwa dokumen R3P di wilayah Sumatra Barat harus sudah ditetapkan oleh masing-masing kepala daerah paling lambat pada 9 Januari 2026. Penetapan tersebut menjadi prasyarat penting dalam percepatan pemulihan pascabencana serta sebagai dasar perencanaan program rehabilitasi dan rekonstruksi di daerah terdampak.


Ia menambahkan, dokumen R3P tidak hanya bersifat administratif, tetapi menjadi panduan strategis dan terpadu dalam upaya pemulihan wilayah terdampak bencana agar berjalan sinergis, terarah, dan terukur.


Dokumen R3P merupakan dokumen perencanaan yang disusun oleh BNPB dan/atau pemerintah daerah dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Penyusunan dokumen ini didasarkan pada hasil pengkajian kebutuhan pascabencana (jitupasna) untuk periode waktu tertentu. Penetapan R3P dilakukan oleh kepala daerah sesuai kewenangannya melalui surat keputusan.


R3P memuat data dan informasi kondisi wilayah terdampak, kronologi kejadian bencana, data kerusakan dan kerugian, rencana strategis rehabilitasi dan rekonstruksi, serta pembagian kewenangan pendanaan rehabrekon baik dari pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.


Pada hari pertama pendampingan, Sabtu (27/12), BNPB memberikan asistensi kepada Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kota Solok, Kabupaten Pasaman, dan Kabupaten Pasaman Barat. Kegiatan ini dihadiri oleh seluruh kepala OPD, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.


Dalam forum tersebut, tim teknis dari masing-masing OPD melakukan diskusi intensif untuk menyamakan persepsi, menyelaraskan perencanaan, serta mengonsolidasikan dan memvalidasi data kerusakan dan kerugian. Proses ini juga melibatkan koordinasi antara OPD kabupaten/kota dengan OPD tingkat provinsi dan kementerian/lembaga di tingkat pusat.


Meski demikian, hingga saat ini masih terdapat tiga kabupaten/kota yang memperpanjang status tanggap darurat bencana, yakni Kabupaten Agam, Kabupaten Pasaman Barat, dan Kabupaten Tanah Datar. Ketiga daerah tersebut dinilai masih membutuhkan penanganan darurat lanjutan seiring dampak bencana yang masih signifikan.


Dengan pendampingan intensif dari BNPB, pemerintah daerah di Sumatra Barat diharapkan dapat segera merampungkan dokumen R3P secara komprehensif dan berkualitas, sehingga proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dapat berjalan lebih cepat dan tepat sasaran. (C8N)


Dokumen R3P (Rencana Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana) menjadi dasar utama penanganan pascabencana yang terarah dan efektif. Secara ringkas, alasannya: Agar penanganan darurat berlanjut dengan tepat. Tiga daerah tersebut masih dalam status tanggap darurat, artinya dampak bencana masih besar dan membutuhkan langkah lanjutan yang jelas, bukan sekadar respons sementara.


Kedua, menjadi acuan resmi rehabilitasi dan rekonstruksi. R3P memuat data kerusakan, kebutuhan masyarakat, prioritas program, anggaran, dan jadwal pelaksanaan. Tanpa dokumen ini, pembangunan pascabencana bisa tidak terarah atau tumpang tindih.


Ketiga, mempercepat dukungan anggaran dan bantuan. Pemerintah pusat, BNPB, dan pihak lain membutuhkan R3P yang lengkap untuk menyalurkan bantuan dana dan sumber daya secara sah dan tepat sasaran.


Keempat, Memastikan pembangunan kembali lebih aman. R3P membantu agar rekonstruksi tidak sekadar “membangun ulang”, tetapi membangun lebih baik dan lebih tahan bencana (build back better).


Kelima, Mengurangi risiko masalah di kemudian hari. Dokumen yang komprehensif mencegah kesalahan perencanaan, konflik data, dan ketidaktepatan sasaran bantuan bagi masyarakat terdampak.


Untuk badan keuangan atau pejabat, penyusunan dan perampungan dokumen R3P itu perlu karena:

1. Dasar legal dan administrasi anggaran. R3P menjadi landasan resmi bagi pejabat dan badan keuangan dalam mengalokasikan, mencairkan, dan mempertanggungjawabkan anggaran penanganan pascabencana.


2. Mengurangi risiko temuan audit. Dengan perencanaan yang jelas dan terdokumentasi, pejabat keuangan terhindar dari masalah hukum, temuan BPK, atau tuduhan penyalahgunaan anggaran negara.


3. Menjamin akuntabilitas dan transparansi. R3P memuat kebutuhan riil, skala prioritas, serta estimasi biaya sehingga penggunaan dana dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dan lembaga pengawas.


4. Mempermudah koordinasi lintas instansi. Badan keuangan dapat menyelaraskan APBD, APBN, dan bantuan lain tanpa tumpang tindih program atau pembiayaan ganda.


5. Menjadi dasar pengambilan keputusan pejabat. Pejabat daerah memiliki pegangan kuat untuk menetapkan kebijakan, menandatangani pencairan dana, dan mengambil keputusan strategis pascabencana.


6. Menjamin ketepatan sasaran belanja daerah. Anggaran difokuskan pada kebutuhan mendesak dan prioritas pemulihan, bukan sekadar belanja reaktif.


Intinya, bagi badan keuangan dan pejabat, R3P adalah instrumen pengaman kebijakan dan anggaran, agar setiap rupiah yang dikeluarkan sah secara hukum, tepat sasaran, dan dapat dipertanggungjawabkan si pejabat. Karena itulah bantuan dari pemerintahan terkesan lambat. Uang yang akan dikeluarkan adalah milik negara bukan pejabat yang sedang menjabat.


Literasi birokrasi inilah yang memicu sering terjadi kesalahfahaman. Minimnya pengetahuan akan hal itu memicu ketidak sabaran, Mengapa bantuan lambat datang dari pemerintah atau negara?


Baca Juga

https://www.potretkita.net/2025/12/puluhan-rumah-di-agam-rusak-karena.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here