Pembangunan hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak bencana tanah longsor dan banjir bandang (galodo) di Kabupaten Agam. (Dok. Antara)
AGAM — Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat progres pembangunan 117 unit hunian sementara (huntara) bagi warga terdampak banjir bandang (galodo) dan longsor di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, telah mencapai 50 persen. Bagi warga Palembayan yang masih bertahan di pengungsian, angka itu bukan sekadar capaian teknis, melainkan penanda waktu yang terus berjalan—antara harapan dan ketidakpastian.
Huntara dalam konteks ini bukan hanya proyek konstruksi, melainkan jembatan rapuh antara pengungsian dan pemulihan. Setengah bangunan telah berdiri, sementara setengah lainnya masih menunggu diselesaikan. Di sisi warga, waktu tak diukur dengan persentase progres, melainkan dengan berapa lama lagi anak-anak harus bertahan di pengungsian, berapa malam lansia menggigil saat hujan turun, dan berapa lama trauma dibiarkan tanpa kepastian.
Pembangunan huntara tahap pertama dipusatkan di Lapangan SD Negeri 05 Kayu Pasak, Kecamatan Palembayan—salah satu wilayah terparah terdampak bencana. Untuk mengejar target penyelesaian, BNPB meningkatkan kapasitas tenaga kerja di lapangan. Personel gabungan TNI kini berjumlah sekitar 100 orang, sementara jumlah tenaga ahli tukang yang sebelumnya hanya enam orang akan ditambah hingga dua kali lipat dengan sistem kerja dua shift.
Ketua Harian Unsur Pengarah BNPB, Ary Laksmana, mengatakan bahwa percepatan pembangunan terus dilakukan meski dihadapkan pada tantangan cuaca ekstrem. “Pembangunan huntara tahap I di Kabupaten Agam terus dimaksimalkan untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi korban banjir bandang. Saat ini progresnya sudah 50 persen,” ujar Ary dalam keterangan tertulis yang dikutip dari Antara, Minggu (28/12/2026).
Tingginya intensitas hujan di Palembayan menjadi tantangan serius, baik bagi kelancaran konstruksi maupun keselamatan pekerja. Untuk mengantisipasi hal tersebut, BNPB mengerahkan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) guna menekan curah hujan. “Kami meminta tim operasi modifikasi cuaca menambah jam terbang agar pembangunan huntara dapat berjalan lebih optimal,” kata Ary.
Di sisi lain, BNPB bersama Pemerintah Kabupaten Agam juga mulai menyiapkan pembangunan huntara tahap II. Sebanyak 84 unit tambahan direncanakan dibangun di Kecamatan Palembayan di atas lahan milik warga yang dipinjamkan sementara. Saat ini, proses administrasi seperti persetujuan pemilik lahan, Surat Keputusan Bupati Agam, serta dokumen perizinan penggunaan lahan masih disiapkan.
Rencana pembangunan tahap lanjutan ini patut diapresiasi, namun kembali menegaskan persoalan klasik dalam pemulihan bencana: prosedur kerap berjalan lebih cepat di atas kertas daripada di lapangan. Ketika negara bekerja dengan ritme birokrasi, para korban dipaksa hidup dalam ritme darurat yang berkepanjangan.
BNPB menargetkan pembangunan huntara tahap pertama dapat rampung sebelum puncak musim hujan berikutnya. Namun bagi para penyintas, yang terpenting bukan sekadar kecepatan penyelesaian, melainkan jaminan bahwa setiap unit huntara benar-benar layak, aman, dan bisa dihuni. Sebab rumah, bagi korban bencana, bukan soal cepat selesai—melainkan soal bisa tidur tanpa rasa takut setiap kali hujan turun dan tanah kembali bergetar. (L6)*
Baca Juga
https://www.potretkita.net/2025/12/laskar-sape-kerrab-taklukkan-tamunya.html

.jpg)
.gif)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar