TANAH DATAR — Pernyataan Bupati Tanah Datar Eka Putra di hadapan warga yang rumahnya hanyut oleh banjir bandang adalah janji paling berharga dari negara. Bantuan darurat memang menyelamatkan korban, tetapi hunian tetap diharapkan sangat. Di titik inilah menjadi penting: huntap bukan pelengkap, melainkan pondasi pemulihan dari negara.
Kebijakan menyiapkan lahan dua hektare di Ladang Laweh untuk 34 unit rumah mengandung satu sikap yang tegas—daerah tidak lagi memaksa warga berdamai dengan risiko. Relokasi dari zona rawan bukan keputusan populer bagi korban, tetapi justru di sanalah keberanian kepemimpinan diuji. Membiarkan warga kembali ke lokasi lama mungkin terasa “mudah” dan murah secara politik, namun mahal secara kemanusiaan.
Pemkab Tanah Datar tidak memaknai hunian tetap sebatas tembok dan atap. Huntap ditempatkan sebagai fondasi pemulihan sosial dan ekonomi. Ini pengakuan jujur bahwa kehidupan tak bisa disusun di atas ketidakpastian alamat. Tanpa rumah yang aman, anak-anak sulit belajar, orang tua sulit bekerja, dan trauma bencana tak pernah benar-benar reda.
Pilihan lokasi Ladang Laweh yang berdekatan dengan kawasan huntap sebelumnya menunjukkan satu hal: pemerintah mulai belajar dari pengalaman. Integrasi akses jalan, air bersih, dan layanan sosial bukan detail teknis, melainkan penentu apakah huntap akan menjadi kampung hidup—atau sekadar deretan rumah baru yang sunyi.
Namun, kebijakan ini juga menyimpan tantangan besar. Angka 34 unit rumah adalah awal, bukan akhir. Bencana tidak menghitung korban dengan angka kecil, dan pemulihan tidak boleh berhenti pada batas simbolik. Konsistensi anggaran, kecepatan realisasi, dan ketepatan sasaran akan menjadi pengadilan paling jujur bagi niat baik ini.
Skema huntap mandiri yang berjalan paralel patut diapresiasi, selama negara tidak sekadar “melepas tanggung jawab” kepada warga. Huntap mandiri harus tetap dibingkai dalam standar keamanan dan pendampingan teknis, agar tidak melahirkan risiko baru di masa depan.
Yang paling krusial adalah pendekatan partisipatif yang disebutkan pemerintah daerah. Transparansi dan dialog bukan formalitas. Ia adalah cara memastikan huntap tidak dipersepsikan sebagai pemindahan paksa, tetapi sebagai perjalanan bersama menuju hidup yang lebih aman.
Hunian tetap adalah pernyataan politik paling tepat namun paling bermakna: negara memilih hadir setelah kamera bencana mati, setelah simpati publik mereda. Jika konsistensi ini dijaga, maka huntap di Tanah Datar bukan hanya rumah baru—ia adalah titik balik dari logika tanggap darurat menuju logika ketahanan hidup.
Pemerintah Kabupaten Tanah Datar memastikan komitmen jangka panjang dalam penanganan pascabencana banjir bandang dengan menyiapkan pembangunan hunian tetap (huntap) bagi warga terdampak. Langkah ini menjadi bagian penting dari upaya memulihkan rasa aman masyarakat yang kehilangan tempat tinggal akibat terjangan bencana alam.
Bupati Tanah Datar Eka Putra menegaskan, penyediaan hunian tetap tidak sekadar menjawab kebutuhan fisik berupa rumah, tetapi juga menjadi fondasi pemulihan sosial dan ekonomi warga. Pemerintah daerah, kata dia, ingin memastikan masyarakat dapat kembali hidup secara layak, aman, dan berkelanjutan.
Sebagai bentuk kesiapan, Pemkab Tanah Datar telah menyiapkan lahan seluas kurang lebih dua hektare di kawasan Ladang Laweh, Kecamatan Rambatan. Lokasi tersebut direncanakan menjadi kawasan huntap terpadu bagi warga yang rumahnya rusak berat atau hanyut akibat banjir bandang.
Di atas lahan tersebut, pemerintah daerah merencanakan pembangunan sebanyak 34 unit rumah. Huntap ini diprioritaskan bagi keluarga yang selama ini tinggal di zona rawan bencana dan tidak lagi memungkinkan untuk kembali menempati lokasi lama.
Menurut Bupati Eka Putra, pemilihan Ladang Laweh telah melalui kajian teknis dan pertimbangan matang. Aspek keamanan dari potensi bencana lanjutan menjadi faktor utama, disamping pertimbangan sosial dan kemudahan akses bagi warga penerima manfaat.
Lokasi huntap terpadu ini juga berada tidak jauh dari kawasan hunian tetap yang telah dibangun sebelumnya. Kedekatan tersebut diharapkan dapat memudahkan integrasi dengan fasilitas pendukung, seperti akses jalan, jaringan air bersih, serta layanan sosial dasar lainnya.
Selain skema huntap terpadu, Pemkab Tanah Datar juga menyiapkan pola huntap mandiri. Skema ini ditujukan bagi warga yang memenuhi persyaratan tertentu dan memiliki lahan aman untuk dibangun rumah, khususnya mereka yang sebelumnya bermukim di zona merah bencana.
Kedua pola pembangunan hunian tersebut akan dilaksanakan secara bersamaan. Pemerintah daerah menargetkan percepatan pemulihan pascabencana agar warga tidak terlalu lama berada dalam kondisi ketidakpastian tempat tinggal.
Bupati Eka Putra menekankan, keberadaan hunian tetap diharapkan mampu mengembalikan ritme kehidupan masyarakat. Dengan tempat tinggal yang layak, warga dapat kembali fokus membangun kehidupan keluarga, bekerja, serta menggerakkan roda ekonomi lokal.
Dalam prosesnya, Pemkab Tanah Datar terus menjalin koordinasi lintas sektor dengan instansi terkait, baik di tingkat provinsi maupun pusat. Sinergi ini diperlukan agar pembangunan huntap berjalan sesuai rencana, tepat waktu, dan tepat sasaran.
Pemerintah daerah juga membuka ruang komunikasi dengan masyarakat terdampak agar setiap tahapan pembangunan dapat dipahami secara transparan. Partisipasi warga dinilai penting untuk menjaga keberlanjutan dan keberterimaan program hunian tetap ini.
Dengan langkah terencana dan terukur tersebut, Pemkab Tanah Datar berharap pembangunan huntap tidak hanya menjadi simbol pemulihan pascabencana, tetapi juga menjadi awal kehidupan baru yang lebih aman bagi warga korban banjir bandang.


.gif)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar