PASAMAN BARAT –Bupati Pasaman Barat, Yulianto, Wakil Bupati, M. Ihpan dan rombongan, Rabu (17/12) berkunjung sekaligus tinjau kondisi pasca banjir di Jorong Lubuk Gobing, Nagari Batahan Tengah, Kecamatan Ranah Batahan, Pasaman Barat.
Pada kesempatan itu, Bupati dan rombongan menyalurkan bantuan tanggap darurat kepada warga terdampak banjir di jorong setempat. Bantuan berupa bahan sembako, selimut, kasur, pakaian layak pakai dan, kebutuhan pokok yang lainnya.
“Normalisasi sungai dan pengamanan bantaran menjadi prioritas agar tidak membahayakan permukiman warga dan fasilitas umum. Penanganan akan dilakukan secara bertahap dan terkoordinasi,” kata Yulianto.
Kunjungan Bupati Pasaman Barat Yulianto dan Wakil Bupati M. Ihpan ke Jorong Lubuk Gobing bukan sekadar agenda seremonial pascabencana. Di tengah lumpur, rumah yang rusak, dan trauma warga, kehadiran pemerintah daerah menjadi simbol paling nyata dari negara yang diharapkan hadir saat rakyatnya paling rentan. Namun, banjir bukan hanya soal bantuan darurat—ia adalah cermin dari persoalan struktural yang menahun.
Penyaluran sembako, selimut, kasur, dan pakaian layak pakai memang penting dan mendesak. Bantuan tersebut memberi kelegaan sementara, bahkan semangat psikologis bagi warga yang terdampak. Apresiasi masyarakat, seperti yang disampaikan Yubdi, menunjukkan bahwa kehadiran pemimpin di lokasi bencana masih memiliki makna kuat di mata publik. Tetapi di balik rasa syukur itu, tersimpan harapan yang jauh lebih besar: agar bencana serupa tidak terus berulang.
Pernyataan Bupati tentang normalisasi sungai dan pengamanan bantaran sebagai prioritas patut dicatat sebagai komitmen politik. Namun, komitmen ini akan diuji oleh waktu dan konsistensi. Banjir di wilayah seperti Ranah Batahan bukan peristiwa tunggal, melainkan gejala dari tata kelola lingkungan yang belum tuntas—alih fungsi lahan, lemahnya pengawasan daerah aliran sungai, serta pembangunan yang seringkali abai pada daya dukung alam.
Di sinilah ketajaman kepemimpinan diuji. Pemerintah daerah tidak cukup hadir saat bencana terjadi; ia harus lebih berani hadir sebelum bencana datang. Normalisasi sungai tidak boleh berhenti sebagai jargon pascabencana, melainkan diwujudkan melalui perencanaan teknis yang transparan, penganggaran yang memadai, dan pengawasan yang ketat. Tanpa itu, bantuan hari ini hanya akan menjadi pengulangan ritual di bencana berikutnya.
Komitmen pendampingan dan koordinasi lintas instansi yang disampaikan pemerintah daerah harus diterjemahkan ke dalam langkah konkret: peta risiko bencana yang jelas, edukasi kebencanaan bagi warga, serta kebijakan pembangunan yang berpihak pada keselamatan jangka panjang. Warga Lubuk Gobing tidak hanya membutuhkan bantuan untuk bertahan hari ini, tetapi jaminan untuk hidup lebih aman esok hari.
Banjir di Pasaman Barat adalah pengingat bahwa bencana alam sering kali diperparah oleh kelalaian manusia. Dan dari setiap bencana, publik berhak menuntut lebih dari sekadar empati—mereka menuntut perubahan nyata. Pemerintah daerah kini berada di persimpangan: melanjutkan pola reaktif, atau membuktikan bahwa tragedi ini benar-benar menjadi titik balik menuju tata kelola yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. (gmz)


.gif)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar