Kabar Gembira: Wajib Pajak Terdampak Bencana Alam Dibebaskan dari Denda dan Sanksi Administratif - PotretKita Online

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 21 Desember 2025

Kabar Gembira: Wajib Pajak Terdampak Bencana Alam Dibebaskan dari Denda dan Sanksi Administratif


JAKARTA –Bencana alam yang melanda wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada tahun 2025 ini tidak hanya menimbulkan kerusakan fisik dan penderitaan sosial. Bencana juga berdampak langsung pada aktivitas ekonomi dan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kewajiban administratif, termasuk kewajiban perpajakan.


Menyadari kondisi tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengambil langkah responsif dengan menetapkan kebijakan penghapusan sanksi administratif bagi wajib pajak yang terdampak. Kebijakan ini menunjukkan peran negara yang hadir untuk melindungi masyarakat dalam situasi darurat.


Melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-251/PJ/2025 yang ditetapkan pada 15 Desember 2025, DJP menetapkan berbagai bencana seperti banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, dan gempa bumi sebagai keadaan kahar atau force majeure. Penetapan ini menjadi dasar hukum bagi pemberian relaksasi perpajakan. Dengan status tersebut, keterlambatan yang terjadi bukan dianggap sebagai kelalaian wajib pajak, melainkan sebagai akibat dari kondisi di luar kendali mereka.


Kebijakan penghapusan sanksi administratif mencakup berbagai bentuk kewajiban perpajakan, antara lain keterlambatan penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan Tahunan, keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, serta keterlambatan pembuatan faktur pajak. Relaksasi ini berlaku untuk kewajiban pajak yang jatuh tempo dalam periode 25 November hingga 31 Desember 2025. Selain itu, DJP juga memberikan perpanjangan waktu hingga 30 Januari 2026 bagi wajib pajak untuk memenuhi kewajiban tersebut tanpa dikenakan denda.


Lebih jauh, penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) maupun STP Pajak Bumi dan Bangunan. Bahkan, apabila sanksi administratif telah terlanjur diterbitkan, kantor wilayah DJP berwenang menghapusnya secara jabatan. Langkah ini mencerminkan fleksibilitas kebijakan fiskal dalam situasi krisis serta upaya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem perpajakan nasional.


Secara keseluruhan, kebijakan ini tidak hanya memberikan keringanan administratif, tetapi juga menjadi bentuk empati negara terhadap wajib pajak yang sedang berjuang memulihkan kondisi kehidupan dan usahanya pascabencana. Relaksasi perpajakan tersebut diharapkan dapat membantu pemulihan ekonomi daerah terdampak sekaligus menegaskan bahwa sistem perpajakan Indonesia mampu beradaptasi secara manusiawi dalam menghadapi keadaan darurat.


Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memutuskan untuk menghapus sanksi administratif atas keterlambatan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang terdampak bencana alam di Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat pada tahun 2025.


Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-251/PJ/2025 yang ditetapkan pada 15 Desember 2025. Dalam keputusan tersebut, bencana banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang dan gempa bumi yang terjadi di tiga provinsi tersebut sebagai keadaan kahar (force majeure) sehingga menjadi dasar pemberian relaksasi kewajiban perpajakan.


"Kepada wajib pajak yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di wilayah Aceh, Sumatera Utara dan Sumatera Barat, diberikan penghapusan sanksi administratif atas keterlambatan," tulis keputusan tersebut, dikutip Jumat (19/12/2025) lalu.


Adapun keterlambatan yang dimaksud meliputi penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan SPT Tahunan, keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak, serta keterlambatan pembuatan faktur pajak. Penghapusan sanksi berlaku untuk kewajiban perpajakan yang jatuh tempo dalam rentang 25 November 2025 hingga 31 Desember 2025.


Wajib pajak diberikan perpanjangan waktu untuk menyampaikan SPT serta melakukan pembayaran atau penyetoran pajak hingga 30 Januari 2026. Sementara itu, faktur pajak untuk masa pajak November dan Desember 2025 dapat dibuat paling lambat 30 Januari 2026.


"Penghapusan sanksi administratif dilakukan dengan tidak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dan/atau STP Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dalam hal ini, sanksi administratif yang dimaksud berupa denda dan/atau bunga, serta denda administratif.


"Dalam hal atas sanksi administratif telah diterbitkan, kepala kantor wilayah DJP menghapuskan sanksi administratif dimaksud secara jabatan," jelasnya. (detik/aid/fdl)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here