Jalur Bukittinggi–Lubuk Basung Ditutup Total Akibat Galodo di Maninjau - PotretKita Online

Breaking

Home Top Ad

Post Top Ad

Responsive Ads Here

Minggu, 28 Desember 2025

Jalur Bukittinggi–Lubuk Basung Ditutup Total Akibat Galodo di Maninjau

 

AGAM — Jorong Pasar Maninjau, Nagari Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam kembali diterjang galodo. Akibatnya jalur utama transportasi Bukittinggi–Lubuk Basung ditutup total sejak Kamis (25/12/2025) siang akibat bencana itu.Penutupan dilakukan hingga batas waktu yang belum dapat ditentukan.


Material galodo berupa bebatuan berukuran besar, lumpur, serta potongan kayu terbawa arus deras dan menghantam badan jalan, menyebabkan kerusakan parah pada akses penghubung utama antara Bukittinggi dan Lubuk Basung. Galodo itu terjadi sekitar siang hari setelah hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah tersebut. 


 Kendaraan roda dua maupun roda empat terpaksa berhenti dan memutar arah. Kondisi jalan tertutup material galodo dengan ketebalan cukup tinggi serta beberapa bagian aspal tergerus dan amblas. Akibat kejadian ini, arus lalu lintas dari kedua arah tidak dapat dilalui sama sekali.


Proses pembersihan jalan belum dapat dilakukan secara maksimal karena kondisi medan yang berat serta potensi galodo susulan diperkirakan masih ada. Petugas gabungan dari BPBD Kabupaten Agam, TNI, Polri, dan pemerintah nagari langsung turun ke lokasi untuk melakukan peninjauan dan pengamanan area terdampak.


Pemerintah daerah mengimbau pengguna jalan yang hendak menuju Bukittinggi–Lubuk Basung agar sementara waktu menggunakan jalur alternatif serta terus memantau informasi resmi dari pihak berwenang terkait perkembangan penanganan dan pembukaan kembali jalur tersebut.


Galodo Maninjau: Bencana Alam yang Terlalu Sering Dibuat Manusia


Penutupan total jalur Bukittinggi–Lubuk Basung akibat galodo di Maninjau kembali menegaskan satu kenyataan pahit: bencana di Sumatra Barat jarang benar-benar murni alamiah. Hujan deras memang tak bisa dicegah, tetapi kerusakan parah yang berulang di titik-titik yang sama adalah bukti kegagalan manusia mengelola ruang hidupnya sendiri.


Maninjau bukan wilayah baru bagi galodo. Ia adalah daerah rawan yang sudah bertahun-tahun diperingatkan oleh para ahli lingkungan, aktivis, bahkan masyarakat adat. Namun peringatan itu kerap tenggelam oleh kepentingan jangka pendek: pembiaran alih fungsi lahan, lemahnya pengawasan kawasan hulu, dan absennya kebijakan tegas untuk melindungi bentang alam yang rapuh.


Jalur Bukittinggi–Lubuk Basung adalah nadi ekonomi dan sosial Agam. Ketika jalan ini lumpuh total, bukan hanya kendaraan yang terhenti—aktivitas ekonomi, akses kesehatan, distribusi pangan, dan mobilitas warga ikut tercekik.


Ironisnya, setiap bencana selalu direspons dengan narasi yang sama: “ditutup sementara”, “menunggu cuaca membaik”, “antisipasi susulan”. Padahal, yang tidak pernah benar-benar dilakukan adalah evaluasi menyeluruh tata ruang dan keberanian menghentikan praktik perusakan lingkungan di hulu.


Galodo membawa batu, lumpur, dan kayu. Tapi sesungguhnya, ia juga membawa akumulasi kelalaian bertahun-tahun. Lereng yang gundul, daerah resapan yang menyempit, dan pengawasan yang longgar menjadikan hujan sebagai pemicu, bukan penyebab utama. Alam hanya “menagih”, manusia yang menciptakan utangnya.


Maninjau membutuhkan keberanian politik: menata ulang kawasan hulu, menghentikan eksploitasi yang merusak, memperkuat mitigasi berbasis sains dan kearifan lokal, serta melibatkan masyarakat bukan hanya sebagai korban, tetapi sebagai penjaga alamnya sendiri.


Jika tidak, setiap hujan lebat akan selalu berubah menjadi berita duka, dan setiap galodo hanyalah pengulangan dari kegagalan yang sama—bencana yang kita ciptakan, lalu kita sesali bersama.Saatnya dicarikan solusi agar tak berulang lagi.(DGO*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here