DHARMASRAYA —Kabupaten Dharmasraya akan memperingati hari jadinya. Peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-22 tahun 2026 akan berlangsung dengan suasana yang berbeda, lebih khidmat, reflektif, dan sarat makna. Pemerintah Kabupaten Dharmasraya memilih jalan spiritual sebagai ruang perenungan bersama saat ini. Melalui kegiatan “Muhasabah Dalam Suka dan Duka”, yang akan digelar pada Rabu malam, 7 Januari 2026 sesuai keadaan Sumatera yang sedang berduka. Peringatan akan diadakan di Halaman Kantor Bupati Dharmasraya, Pulau Punjung.
Menghadirkan Haddad Alwi, penyanyi religi nasional yang dikenal dengan lantunan shalawat penuh kesejukan, serta Ustadz Riza Muhammad, dai yang kerap menyampaikan pesan-pesan dakwah dengan pendekatan menyentuh hati, muhasabah ini dirancang sebagai momentum refleksi perjalanan Dharmasraya selama 22 tahun, sekaligus doa bersama menuju Dharmasraya Sejahtera Merata.
Annisa Suci Ramadhani, Bupati Dharmasraya, Jumat (26/12/2025), menyampaikan bahwa peringatan HUT tahun ini sengaja dikemas dengan pendekatan yang lebih religius dan empatik. Hal tersebut tidak terlepas dari suasana duka akibat bencana hidrometeorologi yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
“Dalam suasana duka yang dirasakan saudara-saudara kita, kami ingin peringatan HUT ini menjadi ruang refleksi bersama. Bukan hanya merayakan usia daerah, tetapi juga menguatkan empati, keimanan, dan kepedulian sosial,” ujar Annisa.
Menurutnya, muhasabah ini menjadi ajakan kepada seluruh masyarakat untuk sejenak berhenti dari hiruk pikuk aktivitas, menundukkan hati, serta mensyukuri nikmat sekaligus mengambil pelajaran dari setiap ujian yang dihadapi.
Kegiatan muhasabah dijadwalkan dimulai pukul 20.00 WIB dan terbuka untuk masyarakat umum. Konsep acara memadukan dakwah, lantunan musik Islami, serta sentuhan seni dan budaya Nusantara, mencerminkan kekayaan kultural Dharmasraya yang tumbuh harmonis di tengah masyarakat majemuk.
Lantunan shalawat Haddad Alwi yang menenangkan akan berpadu dengan tausiyah Ustadz Riza Muhammad yang mengajak jamaah merenungi makna kehidupan, kebersamaan, dan pengabdian dalam membangun daerah.
Acara ini juga akan dihadiri langsung oleh Bupati Annisa Suci Ramadhani, Wakil Bupati Leli Arni, unsur Forkopimda, ASN, tokoh agama, tokoh adat, serta tokoh masyarakat, sebagai simbol kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat dalam satu ikatan spiritual.
Selain muhasabah malam hari, rangkaian HUT ke-22 Kabupaten Dharmasraya juga diisi dengan berbagai kegiatan bernuansa religius, sosial, dan budaya.
Pada Rabu siang, 7 Januari 2026, akan digelar Festival Nashid pukul 14.00 WIB di Pulau Punjung. Festival ini menjadi wadah ekspresi seni religi sekaligus sarana syiar Islam yang sejuk dan penuh pesan perdamaian.
Agenda lainnya meliputi: Zikir dan doa bersama di Masjid Agung Dharmasraya, Festival Seni Budaya Nusantara di Koto Baru, Jalan santai bersama masyarakat yang dijadwalkan pada 4 Januari 2026
Sebelumnya, sebagai bentuk kepedulian sosial, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya juga telah melaksanakan kegiatan bhakti sosial pada Senin (22/12/2025) dengan memasak dua ton rendang untuk disalurkan kepada korban bencana hidrometeorologi di wilayah Sumatera.
Melalui rangkaian kegiatan yang memadukan dakwah, musik Islami, kepedulian sosial, serta seni budaya, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya berharap peringatan HUT ke-22 ini tidak hanya menjadi seremoni tahunan, tetapi juga momentum memperkuat empati sosial, persatuan, dan semangat kebersamaan.
HUT ke-22 Dharmasraya diharapkan menjadi tonggak refleksi menuju masa depan daerah yang harmonis, inovatif, religius, dan sejahtera merata, dengan masyarakat yang saling menguatkan dalam suka maupun duka.
Di banyak tempat, hari jadi daerah sering berakhir sebagai parade panggung, baliho, dan pidato seremonial. Namun rangkaian HUT ke-22 Kabupaten Dharmasraya memilih jalan yang lebih berarti sekaligus lebih bermakna: menyatukan spiritualitas, empati sosial, dan kebudayaan sebagai satu napas kebersamaan.
Muhasabah, zikir, doa bersama, hingga festival nashid bukan sekadar agenda religi. Ia adalah penanda arah: bahwa pembangunan tidak hanya diukur dari panjang jalan dan tinggi gedung, tetapi dari kedalaman hubungan batin antara pemerintah dan masyarakatnya. Ketika tokoh pemerintahan duduk sejajar dengan ulama dan masyarakat dalam satu ikatan spiritual, yang sedang dibangun bukan citra—melainkan kepercayaan.
Festival Nashid dan seni budaya Nusantara menegaskan satu pesan penting: religiusitas di Dharmasraya tidak kaku, tidak eksklusif, dan tidak menjauh dari kegembiraan kolektif. Musik Islami, seni budaya, dan jalan santai bersama warga menunjukkan bahwa iman dapat hadir dalam bentuk yang ramah, membumi, dan merangkul semua lapisan.
Namun makna terdalam HUT ini justru terletak pada tindakan sebelum perayaan: dua ton rendang untuk korban bencana. Di sini, solidaritas tidak berhenti pada doa, tetapi menjelma menjadi kerja nyata. Rendang—simbol kearifan lokal Minangkabau—berubah fungsi menjadi bahasa empati lintas wilayah. Ia mengirim pesan bahwa penderitaan orang lain adalah urusan bersama, bukan sekadar berita lewat.
Langkah ini penting dibaca sebagai kritik halus terhadap budaya seremoni kosong. Dharmasraya seolah berkata: merayakan ulang tahun daerah di tengah bencana bukan soal menahan perayaan, tetapi mengubah maknanya. Dari pesta menjadi pengabdian, dari euforia menjadi kepedulian.
Rangkaian kegiatan religi dan sosial ini juga berfungsi sebagai ruang refleksi kolektif. Zikir dan doa bukan pelarian dari masalah, melainkan pengingat bahwa kekuasaan bersifat sementara, dan kebijakan harus berpihak pada kemanusiaan. Di tengah tantangan ekonomi, bencana hidrometeorologi, dan perubahan sosial, refleksi semacam ini justru menjadi kebutuhan, bukan kemewahan.
Harapan agar Dharmasraya melangkah menuju masa depan yang harmonis, inovatif, religius, dan sejahtera merata bukanlah slogan kosong jika dirawat dengan konsistensi. Kuncinya satu: menjaga agar empati tidak hanya hadir di hari jadi, tetapi hidup dalam kebijakan sehari-hari.
Jika HUT ke-22 ini mampu meninggalkan jejak kesadaran—bahwa daerah tumbuh bukan hanya lewat pembangunan fisik, tetapi lewat ikatan batin antara pemerintah dan rakyat—maka Dharmasraya tidak sekadar bertambah usia. Ia bertambah dewasa. Keren (PJ/BS)*


.gif)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar